Dimulai dari pengemasan kembali keripik singkong jadi yang dibeli dari Pasar Gerlong, Bandung di awal tahun 2017. Keripik Babeh mulai melakukan produksi secara mandiri di tanggal 26 Juni 2017 dengan bahan baku singkong dibeli dari pasar (per kg) serta menggunakan peralatan produksi sederhana, dan penjualannya di kantin-kantin sekolah dasar.
“Alhamdulillah sampai tahun 2021 ini Keripik Babeh sudah berkembang dengan memiliki kebun singkong sendiri, peralatan produksi yang lebih baik, seperti alat pemotong dengan pisau gelombang, tungku atau wajan penggorengan serta alat peniris minyak (spinner) dengan kapasitas yang lebih besar serta cakupan pemasaran hingga ke 10 kabupaten dan kota,” terang Ari.
“Selain itu, per 1 Januari 2021, Keripik Babeh mulai membuka dapur produksi di Kabupaten Pangandaran,” sambungnya.
Ada. diantaranya:
(1) Kesulitan Bahan Baku
Ketika masih membeli bahan baku singkong dari pasar, seringkali mendapatkan singkong yang kualitasnya kurang baik (sudah terlalu lama disimpan), sehingga tidak semua bahan baku dapat diproduksi.
“Selain itu, seringkali mendapatkan jumlah timbangan yang tidak sesuai, misal beli 100 kg tapi pas ditimbang di rumah ternyata kurang,” ucap Ari.
“Kemudian kami mencoba membeli borong satu area kebun singkong, ternyata ada masalah lain yang kami alami, yaitu ada “pihak lain” yang membantu memanen singkongnya tanpa sepengetahuan kami. Singkongnya ada yang nyuri,” ungkapnya.
Pengalaman itu memotivasi Kang Ari sekeluarga untuk mempunyai kebun singkong sendiri.
Namun kini Ari dan sekeluarga merasa bersukur karena sudah memiliki kebun sendiri, “Alhamdulillah sekarang sudah punya (kebun-red) sendiri dan sudah mencoba berbagai jenis singkong untuk diproduksi hingga kami memiliki pengalaman dan faham jenis singkong tertentu yang paling cocok untuk dibuat keripik.”
(2) Tidak ada pesanan sama sekali
Cerita pahit lainnya adalah ketika lockdown karena pandemi Covid-19. Selama sekitar 3 bulan di tahun 2020 sempat tidak ada pesanan sama sekali. Bahkan produk yang sudah dipasarkan dengan sistem konsinyasi (penitipan) pun penjualannya banyak yang diretur.
“Karena cakupan pemasaran yang kami lakukan sebagian besar di kantin-kantin sekolah,” ujar Ari.
“Tapi alhamdulillah ada hikmahnya, kami jadi bisa beradaptasi dengan memanfaatkan teknologi informasi seperti google map dan google bisnis.”
Lewat aplikasi tersebut Kang Ari mencatat lokasi dan nomor kontak yang dapat dihubunginya untuk ditawari penitipan produk keripik singkong miliknya.
“Sekarang ini berbicara pemasaran, Keripik Babeh mampu berkembang seperti sekarang. Sekarangpun kami masih harus terus belajar mengenai pemanfaaan media online untuk usaha kami,” sambungnya.
(3) Sering di “php”-in (diberi harapan palsu) oleh Mitra
“Ketika memanfaatkan teknologi informasi untuk mencari mitra penjualan, Kami seringkali menjalin Kemitraan hanya via “chatting online” saja (tidak tatap muka),” ungkap Ari.
“Setelah terjalin kemitraan, tidak sedikit Mitra-dalam hal ini toko-ketika didatangi untuk penitipan produk, ternyata menolak dengan alasan tertentu ketika telah melihat produk kami'” lanjut Ari.
Kang Ari pun menceritakan mengenai harapan palsu mitra bisnisnya. Seperti ketika toko mitra dikunjungi, mereka tidak bisa memberikan hasil penjualannya padahal produknya sudah terjual.
“Selain itu, ketika sudah bersedia bermitra untuk konsinyasi penjualan dan barang habis, terdapat mitra yang tidak bisa menjelaskan sehingga keberatan untuk membayar. Atau ketika saat kami akan mengecek produk dan menanyakan hasil penjualan, tidak sedikit toko yang tidak bisa dihubungi atau tidak merespon pesan kami.”
Ada juga beberapa toko yang tidak merespon ketika ditanyakan hasil penjualannya hanya karena produk hanya terjual sedikit.
“Sepertinya mereka merasa malu karena itu. Padahal kami sudah menegaskan ketika menawarkan kemitraan konsinyasi penjualan bahwa apabila ada produk kami yang tidak terjual, kami akan tarik kembali,” tambahnya.
“Bahkan ada pengalaman, di satu toko yang malah menjelek-jelekkan produk kami karena produknya tidak laku terjual,” cerita Ari.
Dari semua pengalaman tersebut, kang Ari dan keluarga mencoba menarik hikmah dan menjadikan pembelajaran.
- Memanjangkan tali silaturahmi. Adanya “seleksi alam” dari Mitra-mitra bisnis Keripik Babeh. Terbukti, sa,pai dengan hari ini jamak dari mitra tidak hanya sekadar mitra penjualan tetapi sudah seperti keluarga sendiri.
- Mendorong Keripik Babeh agar membangun, “Komitmen” secara baik dengan Mitra. Termasuk edukasi terkait penyimpanan dan display produk Keripik Babeh di tokonya. “Masih banyak Toko yang belum paham mengenai Cara Ritel Produk Pangan yang Baik. Kami memaklumi karena mitra kami sebagian besar adalah warung atau toko kelontongan kecil,” imbuh Ari.
Kini Kang Ari menyadari bahwa hal yang paling penting adalah harus menghindari pemajangan produk yang terkena sinar matahari langsung dan sebaiknya ada area khusus di rak tertentu untuk display produknya.
Kini Kang Ari dengan Keripik Babehnya sedang menyusun rencana, “Insya Alah mungkin ke depan setelah usaha kami sudah lebih besar kapasitasnya, membuat perjanjian kerjasama sesuai dengan yang sudah diajarkan dalam Pelatihan Kewirausahaan di Balatkop Jabar.”
“Prinsip utama bisnis adalah silaturahmi dan duduluran (kekeluargaan). Banyak mitra yang sudah kami anggap sebagai keluarga sendiri, tidak hanya sekadar mitra usaha saja,” menutup perbincangan tadi (Kamis, 18/3).
Mantap, keripik babeh sudah terbukti, enak, gurih, renyah, saya sudah membuktikannya